Rabu, 26 Mei 2010

saat kotak rokokku berbicara

Saat malam pergantian tahun, seorang teman membelikanku sebungkus rokok yang tempatnya terbuat dari kuningan dan berbentuk kotak. Isinya bisa memuat 20 batang rokok yang biasa aku beli. Namun sayang, belum genap satu minggu, kotak rokok baru itu hilang.
Itu kusadari saat aku meninggalkan rumah sakit. Aku mengunjungi rumah sakit karena mendengar ada orang yang menjadi korban perampokan. Tapi ternyata kabar itu bohong. Karena terburu-buru, aku pergi tanpa mengingat-ingat apakah ada barang yang tertinggal. Belum lima menit berada di atas motor, aku sadar ada yang hilang. Kuraba kantong sebelah kanan jaket. Dan benar saja kotak rokok itu tertinggal.
Aku menduganya tertinggal di tembok dekat kursi panjang di dekat ruangan pemulasaran. Setiba di tujuan, bergegas aku menelpon seseorang yang masih berada di rumah sakit. “Tolong ambilin kotak rokokku ya,” pintaku. Dan suara seorang wanita di ujung telepon mengiyakannya.
Sebenarnya aku ingin mengambil kotak rokok itu, malam itu juga. Namun karena sesuatu hal, aku mengambilnya keesokan harinya. “Engga gratis ya. Kamu harus nraktir,” ujarnya. Karena aku tak mau kehilangan kotak rokokku yang baru, aku pun menyanggupinya.

Ceritaku ini tak ada kaitannya saat aku mentraktir perempuan itu. Namun ini pengalaman kotak rokokku ketika berada di tangan perempuan itu. Begini ceritanya. Setelah kotak rokok berada di dalam genggaman aku membawanya pulang. Tentu saja setelah proses traktir-mentraktir selesai.
Di rumah, aku meletakan kotak rokok kesayanganku itu di meja bundar di ruang tamu. Dengan tangan kanan aku lalu meraihnya dan membukanya. Kuambil satu batang dan kubakar ujungnya. Sesekali aku memandang kotak rokok berwarna perak itu. Dan kemudian aku merasa iri kepadanya. Iri karena kotak rokokku itu pernah mengunjungi rumah perempuan itu. Bahkan mungkin (dibawa) masuk ke dalam kamarnya.
Jelas saja aku iri, aku saja yang sudah mengenalnya cukup lama belum pernah ke rumahnya. Meski aku mengetahui alamat rumahnya. Makin lama memandangnya, sepertinya kotak rokokku itu bercerita. Ia bercerita tentang pengalamannya selama kurang lebih 36 jam bersama perempuan itu.

“Tiba-tiba jari-jari yang berbeda memegangku. Lalu aku dimasukan ke dalam tas kecil berwarna hitam. Saat pertama masuk, semuanya terasa gelap. Aku nyaris tak bisa melihat apa-apa. Tapi tak berapa lama aku mulai bisa beradaptasi dan melihat siapa saja temanku di dalam tas perempuan teman pemilikku.
Selain aku dan korek api gas berwarna ungu, di dalam tas itu ternyata ada notes, pulpen hitam, sebungkus tisu, mukena, dua buah telepon genggam nokia dan kadang syal berwarna dominan merah muda. Kadang tas itu dibuka. Lalu notes dan pulpen hitam menghilang. Tapi tak lama keduanya kembali lagi ke dalam. Kadang tisu yang menghilang, dan masuk lagi setelah beberapa lembarnya diambil.
Uuhhh panas ya di dalam sini. Notes lalu menimpali gumamanku itu. Iya di sini panas. Kami pun kemudian terlibat pembicaraan. Bukan hanya dengan notes, tapi juga dengan syal, mukena, dan pulpen hitam. Mereka bercerita tentang tuannya.
Katanya tuannya itu adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak-kakaknya tinggal di luar kota. Jadi di rumah yang pagarnya bercat putih itu, ia tinggal bersama orangtuanya.
Percakapan kami sering terhenti karena tangan lentiknya kerap membuka resleting tas dan mengambil satu di antara kami. Seperti ketika sore hari, notes teman baruku itu tiba-tiba diambilnya. Lembar tiap lembar dibuka dan tulisan yang ada di dalamnya dibaca.
Setelah notes masuk kembali aku iseng bertanya. Apa saja yang dituliskan di halaman notes. Dan kata notes, yang ditulis kebanyakan kejadian kejahatan serta para pelakunya. Kadang ada juga korban kejahatan dan kronologis kejadiannya.
Menjelang malam, kami tiba di sebuah rumah dan dibawa ke satu kamar. Tas hitam yang menjadi tempat tinggalku di simpan di atas meja. Sayang aku tak bisa melihat isi kamar. Tak lama berselang, dua telepon genggam itu dibawa keluar. Kadang terdengar suara jari memencet keypad ponsel. Lalu terdengar ringtone tanda pesan singkat masuk. Sepertinya, penghuni kamar tengah saling mengirim pesan singkat. Dengan siapa ya? Belum terjawab pertanyaan itu aku terlelap.
Keesokan harinya aku kembali dibawa pergi. Bahkan sampai ke jalan tol segala naik sebuah mobil. Di mana pemilikku? Aku mulai rindu kepadanya. Sudah lama tidak ada isiku yang diambil. Meskipun sebenarnya aku senang ada di sini. Bertemu teman baru dan dibawa ke tempat baru yang menyenangkan.
Sekitar pukul 8 malam, perempuan yang membawaku tiba di sebuah pelataran parkir. Di mana ini? Plang sebuah tempat minum kopi terlihat. Tapi aku tak langsung dibawa ke situ. Langkah kecil membawaku ke sebuah toko. Mata perempuan itu nampak memperhatikan sepatu-sepatu di rak. Oh mungkin mau membeli sepatu.
Tapi dugaanku salah. Karena tak lama kemudian satu ponselnya berbunyi. Ia melangkah keluar dan bertemu dengan seseorang yang kukenal. Ternyata itu pemilikku. Dan setelah memesan kopi, es coklat dan roti bakar berbentuk ikan, aku dikembalikan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar